Selasa, 22 Februari 2011

Melukai Sekolah Swasta

Oleh Ki Supriyoko 
Direktur Pascasarjana Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta.

Munculnya Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang penarikan guru berstatus pegawai negeri sipil yang bertugas di sekolah swasta, beberapa waktu lalu, benar-benar memprihatinkan.
Para pengelola dan lembaga penyelenggara sekolah swasta pun dibuat dag-dig-dug. Kalau para guru PNS yang bekerja di sekolah mereka benar-benar ditarik, sekolah swasta dipastikan akan banyak kehilangan SDM yang terstandar. Bagaimanapun, guru PNS yang diperbantukan ke sekolah swasta hampir dapat dipastikan merupakan SDM yang standar; setidaknya menyangkut kualifikasi pendidikan minimal, sebagaimana yang ditentukan dalam undang-undang dan peraturan pemerintah.
Masalah penghargaan
Masalah keberadaan guru PNS di sekolah swasta bukan sekadar masalah penempatan. Secara historis,

Sabtu, 19 Februari 2011

Mendidik untuk Kuat Bersaing

Oleh Sayidiman Suryohadiprojo    
Mantan Gubernur Lemhannas dan Mantan Dubes RI di Jepang

Masyarakat Amerika, khususnya kaum pendidik dan para ibu, digegerkan buku Battle Hymn of the Tiger Mother yang baru terbit.
Buku yang ditulis Amy Chua, seorang warga AS keturunan China dan menjadi profesor hukum di Universitas Yale, menuturkan pendapat penulis tentang bagaimana seorang ibu harus mendidik anaknya.
Pendidikan itu harus keras, kuat menanamkan disiplin, dan tanpa ampun dalam menumbuhkan kemampuan. Ia gambarkan bagaimana ia mengharuskan putri-putrinya belajar main piano berjam-jam lamanya. Juga keras dalam membentuk sikap dan kepribadian, seperti melarang pergi malam, lama menonton TV, dan banyak lagi hal yang biasa diizinkan oleh ibu Amerika.
Anaknya harus mendapat nilai-nilai tertinggi dalam pelajaran apa saja dan selalu mengusahakan mencapai peringkat terbaik di sekolah.

Jumat, 18 Februari 2011

Pendidikan Transaksional

Oleh Ki Supriyoko
Direktur Pascasarjana Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Ketika menjadi narasumber dalam diskusi akhir tahun di Megawati Institute Jakarta, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengaktualisasi terminologi ”politik transaksional”. Politik tidak lagi jadi alat mengabdi kepada masyarakat, tetapi digunakan untuk kepentingan sesaat.
Para politisi di negara kita kerap membuat kebijakan dan peraturan perundangan demi kepentingan sempit dan sesaat sehingga sering melanggar UUD.
Apabila kita cermati, pembuatan kebijakan dan peraturan perundangan demi kepentingan sesaat sebenarnya bukan mutlak milik politik, di dunia pendidikan pun acap terjadi. Keduanya disebut politik transaksional dan pendidikan transaksional.